Dahulu lokasi pasar Beringharjo Jogja adalah sebuah lapangan yang di tepinya banyak pohon waru. Setelah ada beberapa pedagang yang berjualan disana dibuatlah los yang di sediakan untuk para pedagang. Sekarang pasar beringharjo sudah mulai berkembang pesat sampai-sampai banyak wisatawan asing yang melancong ke jogjakarta untuk membeli batik di pasar Beringharjo.
Tugu Jogja merupakan tanda terimakasih Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengku Buwana I kepada rakyat Yogyakarta agar selalu mengingat semangat persatuan. Tugu ini terletak di Jl. Mangkubumi dan sekarang tugu merupakan salah satu icon jogja karena kalau dini hari justru di gunakan sebagai tempat nongkrong kawula muda.
Kembang Waru Jogja adalah Jajanan khas berupa Kue sederhana beraroma legit dan rasanya yang manis. Kue yang berbentuk seperti kelopak bunga waru. Kue sederhana yang terbuat dari tepung terigu dan telur, teksturnya lembut, cocok sebagai pendamping teh.
Plengkung menjadi satu-satunya pintu masuk atau keluarnya orang dari benteng Keraton Jogjakarta. Pada jaman dahulu, Plengkung dijaga oleh para prajurit, dan dibuka atau ditutup pada jam tertentu. Misalnya Plengkung dibuka pada jam lima pagi dan ditutup jam delapan malam. Dinamakan plengkung karena memiliki struktur atau wujud langit-langit yang melengkung seperti kubah. Plengkung juga berwujud memanjang seperti lorong terowongan. Sekalipun bukan terowongan yang panjang, Plengkung Ngasem Jogja atau yang dikenal juga dengan nama Plengkung Jaga Sura. Semula memiliki bentuk gapura padureksa sama dengan plengkung-plengkung lainnya seperti Plengkung Wijilan, Plengkung Gading, akan tetapi Plengkung Ngasem telah mengalami perubahan total menjadi gapura bentar.
Serabi Jogja sering disebut serabi kocor. Dalam pembuatannya serabi kocor tidak menggunakan pemanis sama sekali. Bahan-bahan yang digunakan, kelapa muda, dan garam. Memasaknya tidak menggunakan minyak sama sekali, dimasak diatas cetakan serabi yang terbuat dari tanah liat.
Minuman khas Kotagede adalah semelak, yaitu minuman berbahan utama buah pace. Minuman semelak biasanya diminum setelah makan daging kambing. Salah satu khasiat buah pace adalah menurunkan darah tinggi dan kolesterol. Untuk menetralisir rasa alami pace, maka minuman semelak ditambahkan gula jawa, gula nira, cengkeh dan ketumbar. Rasa minuman Semelak adalah tajam dan pengar.
Desa Banyusumurup adalah lokasi tempat anda bisa mengetahui gambaran lengkap tentang bagaimana keris dan aksesoris diproduksi. Sebuah desa yang sejak tahun 1950-an berkembang menjadi sentra kerajinan aksesoris keris. Desa Banyusumurup memproduksi warangka atau sarung keris dan pendok atau bagian tangkai keris yang berfungsi sebagai pegangan. Wilayah ini bisa dijangkau dengan berjalan lurus ke selatan dari perempatan Terminal Giwangan dan kemudian mengambil lajur kanan setelah sampai di pertigaan menuju makam Imogiri. Meski telah berkembang sebagai desa kerajinan, suasana desa ini masih seperti desa pada umumnya.
Panggung Krapyak Jogja adalah bangunan yang berusia hampir 250 tahun dikenal sebagai tempat berburu raja-raja Kasultanan Jogjakarta. Hutan Krapyak sendiri merupakan, tempat putra Panembahan Senopati wafat. Panggung Krapyak termasuk bangunan yang terletak di poros imajiner kota Jogjakarta menghubungkan Gunung Merapi, Tugu Jogja, Kraton Jogjakarta, Panggung Krapyak dan Laut Selatan. Poros Panggung Krapyak hingga Kraton menggambarkan perjalanan manusia dari lahir hingga dewasa. Wilayah sekitar panggung melambangkan kehidupan manusia saat masih dalam kandungan, ditandai dengan adanya kampung Mijen di sebelah utara Panggung Krapyak sebagai lambang benih manusia.
Sagon adalah makanan ringan terbuat dari parutan kelapa, diolah bersama dengan gula pasir. Rasanya manis, sesuai dengan lidah orang Jogja. Sagon Jogja berbentuk bundar dan ketika menyantapnya dipotong-potong seperti pizza. Pizza-nya Jogja... ya Sagon.
Goa Cerme Jogja terletak kira-kira sekitar 15 Km tenggara kota Bantul. Panjang gua cerme seluruhnya kurang lebih 1,2 Km dan di dalamnya mengalir sungai bawah tanah yang aman buat kegiatan Caving. Ujung dari gua cerme berupa Sendang diwilayah Panggang. Selain gua utama ada gua lain seperti Goa dalang, Goa Ledhek, Goa Badhut, dan Goa Kaum.
Untuk mencapai depan gerbang Goa harus mendaki bukit dan menaiki 759 anak tangga. Pada malam harinya pemandangan kota di sebelah utaranya terlihat indah dengan gemerlap lampu. Goa Cerme berasal dari kata cerme berasal dari kata ceramah yang mengisyaratkan pembicaraan yang dilakukan walisongo. Goa cerme terdiri dari banyak ruangan, seperti panggung pertemuan, air zam zam, mustoko, air suci, watu kaji, pelungguhan atau paseban, kahyangan, grojogan sewu, air penguripan, gamelan, batu gilang, lumbung padi, gedung sekakap, kraton, panggung, goa lawa dan watu gantung.
Untuk mencapai depan gerbang Goa harus mendaki bukit dan menaiki 759 anak tangga. Pada malam harinya pemandangan kota di sebelah utaranya terlihat indah dengan gemerlap lampu. Goa Cerme berasal dari kata cerme berasal dari kata ceramah yang mengisyaratkan pembicaraan yang dilakukan walisongo. Goa cerme terdiri dari banyak ruangan, seperti panggung pertemuan, air zam zam, mustoko, air suci, watu kaji, pelungguhan atau paseban, kahyangan, grojogan sewu, air penguripan, gamelan, batu gilang, lumbung padi, gedung sekakap, kraton, panggung, goa lawa dan watu gantung.
Roti kolomben ini mirip seperti bentuk mobil sedan dan memiliki tonjolan di tengah yang mempunyai struktur mirip Cakwe tapi pori-porinya lebih sempit. Roti kolomben terbuat dari tepung terigu,telur, gula dan ragi. Roti kolomben di panggang dalam oven gerabah. Rasanya yang manis, legit, empuk sayang kalau dilewatkan. Sementara Kata “kolomben” dari bahasa jawa diduga dari kata “kala mben” yang berarti “dahulu kala".
Cembengan atau Kirab Tebu Manten, dilakukan sebagai tanda akan dimulainya musim giling dan suling di pabrik gula Madukismo. Istilah Cembengan berasal dari tradisi masyarakat Tionghoa yaitu tradisi Cing Bing atau sering disebut tradisi Ceng Beng. Tradisi Cing Bing adalah tradisi ziarah kubur atau sembayang kubur bagi masyarakat Tionghoa sebelum mereka melakukan karya-karya atau kerja besar yang dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur sekaligus mendoakan arwah para leluhur agar segera hidup tenang di surga. Tradisi Ceng Beng dibawa oleh masyarakat Tionghoa ke berbagai wilayah khususnya tanah Jawa. Para produsen gula Tionghoa di jaman dahulu selalu melaksanakan upacara atau tradisi Ceng Beng sebelum memulai giling tebu sebagai awal proses produksi gula.Puncak sembayangan Ceng Beng dilaksanakan pada tanggal 9 bulan ke-3 tahun Cina. Tradisi yang sama juga dilakukan oleh Pabrik gula Madukisma, sebelum seluruh acara dilaksanakan sebagian besar pimpinan dan karyawan Pabrik Madukisma melakukan peziarahan ke berbagai makam di antaranya makam Bah De Pok Makam Ragacala dan Makam Imogiri. Beberapa sajen buangan juga disiapkan pihak pabrik yang terdiri atas tumpeng alit mancawarna. Tumpeng alit lima warna tersebut simbol dari nafsu-nafsu yang terdapat di dalam diri manusia, Dengan dibuat dan dibuangnya tumpeng alit mancawarna diharapkan nafsu-nafsu buruk manusia bisa dilepaskan atau terkendalikan dengan baik.
Ada kisah menarik dibalik motif batik Parang Rusak. Banyak versi yang mengatakan bahwa pola parang rusak muncul dimasa Raden Panji pahlawan kerajaan Kediri dan Jenggala Jawa Timur pada abad ke 11. Yang lain percaya parang rusak diciptakan oleh Sultan Agung dari Mataram setelah meditasi di pantai Selatan Jawa. Konon ilham datang dari fenomena gelombang-gelombang besar yang memecah karang hingga rusak .Dalam bahasa Jawa istilah parang dekat dengan kata karang. Parang rusak berarti karang yang pecah atau rusak. Parang rusak merupakan pola dasar dari pola parang terdiri dari ornamen lidah api yang disebut uceng dan ornamen blumbangan atau mlinjon. Lidah api melambangkan api simbol nafsu amarah sedangkan blumbangan atau mlinjon menggambarkan air yang rusak. Motif batik parang rusak mempunyai makna agar manusia dapat mengendalikan nafsu sehingga memiliki watak dan perilaku yang luhur. Dulu motif batik parang rusak adalah motif larangan yang hanya boleh digunakan oleh raja dan keluarganya sebagai busana upacara kenegaraan.
Loji Kebon dikenal dengan nama Gedung Agung. Bangunan bergaya eropa ini didirikan tahun 1824 dan digunakan sebagai Gedung Karesidenan. Halaman Loji Kebon sangat luas dan dihiasi arca-arca yang dikumpulkan para pejabat Belanda dari penjuru kota Jogjakarta. Tahun 1912, kompleks Loji Kebon dilengkapi dengan bangunan Societeit de Vereniging, tempat pejabat Belanda berdansa dengan iringan biola. Pembangunan gedung yang dirancang A Payen ini sempat berhenti karena Perang Diponegoro tahun 1825 - 1830 yang hampir membuat pemerintah Belanda bangkrut. Pada Masa Jepang, gedung ini menjadi kediaman petinggi Jepang bernama Koochi Zimmukyoku Tyookan. Demikian pula sejak ibukota Indonesia berpindah ke Jogjakarta 6 Januari 1946, gedung ini menjadi istana kepresidenan. Hingga kini, meski ibukota Indonesia berpindah lagi ke Jakarta, gedung ini tetap berstatus istana kepresidenan.
Ampyang.Oleh-oleh khas Jogja yang dicetak dalam bentuk bundar kecil dengan bahan baku kacang dan gula merah memiliki cita rasa manis dan renyah, Terdapat dua warna ampyang yang dapat dinikmati dengan kekhasan rasa kacang, yaitu berwarna coklat dan putih.
Masjid Agung Keraton Jogjakarta didirikan semasa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I. Masjid ini didirikan di pusat kerajaan dengan perencanaan ruang kota didasarkan pada konsep taqwa, yaitu komposisi ruang luarnya dibentuk dengan batas-batas berupa penempatan lima masjid kasultanan, di empat buah mata angin, dengan Masjid Agung sebagai pusatnya. Bangunan Masjid Agung Keraton Jogjakarta berada di areal seluas kurang lebih 13.000 meter persegi. Pendirian masjid Agung sendiri atas prakarsa dari Kiai Pengulu Faqih Ibrahim Dipaningrat, untuk pelaksanaannya ditangani oleh Tumenggung Wiryakusuma, seorang arsitek keraton. Pembangunan masjid dilakukan secara bertahap, Tahap pertama adalah pembangunan bangunan utama masjid. Tahap kedua adalah pembangunan serambi masjid. Setelah itu dilakukan penambahan-penambahan bangunan lainnya. Bangunan Masjid Agung terdiri dari beberapa ruang antara lain halaman masjid, serambi masjid, dan ruang utama masjid. Dengan lima buah pintu yang dapat digunakan untuk memasuki halaman masjid. Dua buah pintu terletak di sisi utara dan selatan. Sedangkan pada sisi timur terdapat sebuah pintu tersebut berfungsi sebagai pintu gerbang utama. Sejak dahulu hingga sekarang Masjid Agung Keraton Jogjakarta selain untuk tempat peribadatan umat Islam secara umum juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan upacara-upacara adat Keraton Jogjakarta.
Alun-Alun Kidul merupakan wilayah di belakang kompleks bangunan Kraton Jogjakarta yang bisa dijangkau dengan berjalan ke arah Selatan dari Sentra Makanan Khas Gudeg Wijilan. Disimbolkan dengan gajah yang memiliki watak tenang, Alun-Alun Kidul atau Selatan merupakan penyeimbang Alun-Alun Utara yang memiliki watak ribut. Karenanya, Alun-Alun Kidul dianggap tempat palereman (istirahat) para Dewa. Dan jelas kini sudah menjadi tempat ngleremke ati (menenangkan hati) bagi banyak orang.